Sebagian dari Anda mungkin asing dengan istilah bekatul, khususnya para muda-mudi atau masyarakat perkotaan zaman sekarang. Bekatul merupakan lapisan luar beras yang terlepas pada saat proses penumbukan atau penggilingan gabah. Bekatul atau katul ini juga sering kali disamakan dengan dedak karena sama-sama memiliki warna krem.
Sebetulnya, antara bekatul dan dedak, keduanya adalah hal yang berbeda. Menurut data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, pada proses penggilingan, padi dapat menghasilkan beras giling kurang lebih sebesar 65% dan limbah gilingan sebesar 35%. Limbah gilingan tersebut, terdiri dari sekam sebanyak 23%, katul dan dedak sebanyak 10%, dan sisanya merupakan kotoran.
Jadi, dedak adalah salah satu hasil dari proses penggilingan padi pada penyosohan pertama yang terdiri dari lapisan luar butiran padi dengan beberapa buah lembaga biji. Sementara, bekatul atau katul adalah hasil penggilingan pada proses penyosohan kedua yang terdiri dari lapisan bagian dalam butiran padi, termasuk juga sebagian kecil dari endosperma yang memiliki pati atau bisa juga disebut selaput biji.
Sering dimanfaatkan sebagai pangan ternak bersamaan dengan dedak, bekatul yang dipisahkan dari dedak nyatanya bisa juga dikonsumsi oleh manusia. Mengapa demikian? Sebab, sebagian besar kandungannya adalah karbohidrat dari pati. Bukan hanya itu, bekatul atau katul ini juga mengandung nutrisi penting, seperti protein, lemak, vitamin E, serat pangan, vitamin B kompleks, hingga mineral.
Katul juga mengandung berbagai macam senyawa bioaktif dengan antioksidan tinggi, seperti flavonoid, tricine, antosianin, dan gamma oryzanol. Dengan seluruh kandungan nutrisi penting yang ada di dalamnya, tidak heran jika katul kini banyak dibicarakan masyarakat sebagai makanan yang bermanfaat bagi kesehatan.
Katul dianggap mampu mencegah penyakit kronis, mencegah perkembangan sel kanker, menurunkan kadar kolesterol tinggi, dan masih banyak lagi manfaat lainnya untuk kesehatan. Namun, manfaat ini bisa dirasakan secara maksimal, jika kualitas katul masih baik. Untuk menjaga kualitas baiknya, pahamilah cara penyimpanan katul yang benar.
Penyimpanan katul yang sembarangan dapat menyebabkan masalah yang cukup merugikan bagi petani. Salah satu momok yang cukup mengganggu adalah serangan kutu/hama dan mikroorganisme sejenisnya yang mungkin saja merusak hasil panen. Kalau sudah terjadi serangan hama/kutu, maka kualitas pakan yang distok sudah pasti akan menurun. Ini tentunya bisa menyebabkan kerugian yang besar mengingat kualitas katul pun menurun.
Kutu pengganggu mengambil dan memakan zat yang terkandung pada hasil panen yang disimpan, sehingga menyebabkan kerusakan pada lapisan pelindung bahan. Selain menyebabkan kerusakan secara fisik, kutu-kutu ini juga dapat memindahkan jamur perusak yang menyebabkan bau tidak sedap dari hasil panen yang disimpan. Kontaminasi kutu ini bisa menurunkan zat-zat baik yang terkandung dalam katul yang membuat kualitasnya menurun.
Upaya untuk mengurangi resiko kerusakan akibat dari serangan hama/kutu atau mikroorganisme pengganggu lainnya, dapat dilakukan dengan memperhatikan cara penyimpanan katul. Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar katul terhindar dari serangan kutu/hama penggangguan, yaitu sebagai berikut:
Untuk memaksimalkan proses penyimpanan komoditas katul, perlu diupayakan proses fumigasi katul dengan menggunakan obat kutu katul berupa bahan kimia cair ataupun padat. Anda bisa memilih Fumiphos atau Fumilikuid untuk memastikan kutu yang sering mengancam komoditas katul mati dan tidak menimbulkan kerugian.
Jika Anda ada pertanyaan atau membutuhkan informasi lebih lanjut tentang produk kami, hubungi kami sekarang !